Bertemu dengan seorang
asing dalam pertemuan yang tak disengaja, mungkin sering kita alami. Ada yang
menjadi awal pertemanan baru, perjumpaan sementara, beberapa waktu, atau justru
begitu saja berlalu. Ada juga yang sifatnya mendesak, menyerang, mengambil paksa
milik kita. Ada yang mengibakan, perlahan menyentuh nurani, sehingga muncul
keikhlasan untuk memberi. Memberi apa saja; waktu, perhatian, perkataan, materi,
pun seucap doa dalam hati.
Barangkali ada dari kita
yang pernah didatangi seorang asing dengan intensi meminta bantuan. Sekali dua
kali pertemuan berisi kisah musibah ia tuturkan, kemudian hanya kita di sana
yang mendengarkannya dan dipercaya bisa membantunya. Tak ada lagi orang lain.
Kalaupun ada, ia berharap pada kita. Situasinya pun cukup genting, yang mau tak
mau membuat kita berpikir, perlukah membantunya. Rasio ikut mendesak, tidak mau
peduli bahwa hati sedang terombang-ambing; apakah orang ini dapat dipercaya? Benarkah semua yang diceritakannya? Mestikah saya yang membantu?
Bulan Desember ini,
seperti juga terjadi pada tahun lalu, saya mengalami peristiwa serupa.
Didatangi seorang yang semula asing, kemudian ia meminta bantuan. Mendesak,
genting, penuh harap. Bukan permintaan yang sedikit. Saya tidak tahu bagaimana semesta bekerja, mempertemukan
kami, juga pada waktu-waktu sebelumnya pernah mempertemukan saya dengan
berbagai momen serupa, yang saat ini saya tidak ingat lagi persisnya. Ada kalanya,
perjumpaan semacam ini menuntut pengambilan keputusan segera, antara membantu
atau tidak membantu. Peduli atau tidak perlu peduli.
Bila mengingat pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang mungkin pada waktu itu tidak banyak
berpikir tetapi langsung bertindak, kali ini saya banyak menimbang pilihan,
menyelami persoalan dan konsekuensinya. Waktu yang diulur memungkinkan prinsip
dan nilai hidup, serta memori dan suara dari dalam hati ikut bicara.
Begitu riuh di dalam, justru kalimat ini yang muncul dalam pikiran, “(kebenarannya) Cuma dia
dan Tuhan yang tahu. Tapi kalau itu benar adanya, ke mana aku yang malah abai
pada sesama?”
*