Sense of time. Istilah ini
muncul begitu saja dalam pikiran saat saya bercakap-cakap dengan adik saya hari
Minggu kemarin. Saat menulis ini, saya coba cari di Google tentang istilah ini,
masih sedikit pembahasan (dalam pengertian saya, masih sedikit adalah ketika ia
hanya muncul pada 1 atau 2 artikel dalam laman pertama pencarian) maupun kata gantinya. Padanan
istilah dalam bahasa Indonesia yang paling mendekati tampaknya adalah “kepekaan
waktu”. Kepekaan waktu yang dimaksud ini tentang kemampuan seseorang dalam
memperkirakan waktu (kapan) dan durasi (berapa lama).
Pada Minggu
siang terik yang membuat enggan beraktivitas, saya
bertanya kepada adik.
“De, kamu
pernah tahu lima menit itu seberapa lama?”
“Maksudnya?”
“Lima menit
itu setara dengan waktu kamu mengerjakan apa, apakah misalnya menyikat gigi, berjalan
kaki dari rumah ke warung, dsb. Kira-kira kamu bisa isi lima menit dengan apa? Kita sudah
menyadari belum, lamanya tiga menit, lima menit, setengah jam itu seberapa.”
Seringnya,
sih, waktu berlalu begitu saja. Kita larut dalam aktivitas, entah bekerja,
mengobrol, main game online, membaca, termasuk menyikat gigi dan berjalan kaki
itu. Biasanya, waktu baru terasa kalau sedang menunggu berjam-jam. Bahkan berjalannya
waktu yang sudah diukur dengan timer
pun, kadang disadari kadang juga tidak, seperti misalnya saat memanggang kue. Barangkali
berbeda dengan atlet atletik yang paham betul artinya satu detik itu seperti
apa.
Bila seseorang
datang terlambat dari waktu yang ditetapkan, selain terjadi peristiwa di luar
prediksi, sangat mungkin perhitungan waktunya belum tepat, atau bisa juga ia
tidak membuat perhitungan rencana. Sementara itu, seseorang yang dalam setiap
janji temu berusaha tiba satu atau dua jam lebih awal, mungkin juga ia belum
memahami ukuran waktu, maka mengambil perhitungan waktu yang berlebih. Daripada
terlambat, biarlah tiba dua jam lebih awal, pikirnya, lalu estimasi waktu ia
tambahkan, karena belum mengenali seberapa persisnya ia menggunakan waktu.
Ketika
orang bicara tentang manajemen waktu yang dilatihkan dalam training-training di
kantor, kampus, dsb, sepertinya ada konsep yang lebih mendasar atau mungkin lebih mendalam pemahamannya, dibandingkan tahap awal memilah kegiatan penting dan
mendesak, membuat prioritas, dan jadwal kegiatan harian, itu ialah kepekaan waktu (sense of time). Paham dengan ukuran
waktu. Umpamanya, dalam lima belas menit bisa melakukan apa saja, apakah membalas
email-email, mengarsip lembar tagihan, menyusun satu konsep proposal, membaca
jurnal, dsb. Dengan memahami ini, pasti akan memudahkan dalam membuat keputusan
tindakan. Seperti misalnya, datang tugas tambahan sementara masih ada tugas rutin, tetapi
hanya tersisa waktu lima belas menit sebelum menghadiri rapat, maka lima belas
menit ini bisa diisi dengan pekerjaan yang mana agar efektif.
Apakah peka terhadap waktu mudah dilakukan? Dalam percakapan dengan beberapa teman,
hanya seorang dari kami yang mampu mengenali ukuran waktu dalam satuan menit tanpa bantuan alat, dan bagi kami
yang mendengarnya dengan takjub, itu seperti kemampuan spesial yang hanya
dimiliki orang-orang tertentu. Sama seperti saya mengagumi nenek saya dan
orang-orang di generasinya yang bisa menyebutkan waktu dengan tepat, tanpa
melihat jam, yang kepekaannya sangat terasah dalam mengenali perubahan waktu. Padahal,
sesungguhnya tidak selangka itu. Kepekaan ini sangat bisa dilatih, dengan
disertai kesadaran dalam setiap waktu yang dilalui. Menyadari keberadaan waktu demi waktu inilah yang perlu proses.
Menurut suatu sumber, salah satu
cara praktisnya bisa dengan menebak jam atau durasi, lalu mengeceknya pada
arloji. Lebih dari itu, kita bisa berlatih memantau jumlah waktu yang dihabiskan
untuk melakukan suatu aktivitas, atau menetapkan waktu sekian menit lalu
mengisinya dengan aktivitas. Kita bisa memantaunya selama beberapa kali,
sehingga diketahui kisaran waktu rata-ratanya. Lambat laun, kita bisa mengenali bobot satu
jam itu seberapa, tiga puluh menit itu seberapa, lalu dapat masuk ke ukuran
waktu yang lebih kecil. Tampaknya tidak sulit untuk dicoba.
Bersamaan dengan mampu mengukur waktu, kita juga mampu mengukur kemampuan diri, hendak mengisi dengan apa saja, kapan melanjutkan dan kapan berhenti.
Bersamaan dengan mampu mengukur waktu, kita juga mampu mengukur kemampuan diri, hendak mengisi dengan apa saja, kapan melanjutkan dan kapan berhenti.
*
Oke, sudah
saatnya berhenti menulis dan berlanjut ke kegiatan lain. Sampai bertemu pada
tulisan berikutnya.