Saya tidak menganggap
diri saya sebagai kakak yang baik dan ideal. Ada tahun-tahun saat saya
meninggalkan rumah untuk berkuliah di luar kota dan tidak hadir mendampingi
adik-adik saya yang bertumbuh remaja. Lebih jauh lagi, meskipun ingatan masa
balita saya pastinya samar-samar, rasanya saya juga tidak hadir intens pada
bulan-bulan dan tahun pertama kelahiran adik saya. Pada waktu itu saya tinggal
di rumah nenek. Kemudian masa kecil kami diisi dengan bermain bersama, pun
bertengkar, berteriak, dan memukul. Tentu seiring usia, ada masa-masa kami
membahas masalah, lalu saya yang mengambil peran menasehati karena disuruh
orang tua, atau karena lambat laun menganggap itulah tugas kakak dan sebatas
itulah pemahaman saya mengenai peran kakak pada waktu itu.
Sebagai sulung, tidak ada role model secara langsung tentang menjadi kakak. Trial and error. Atau, trial and enough, saya menyingkir, membatasi diri, mengurus diri masing-masing saja kalau merasa semakin sulit menghadapi adik. Bukankah pola komunikasi pastinya berubah menyesuaikan dengan perkembangan pribadi? Gaya bicara pada adik yang masih anak-anak dengan adik yang remaja akhir tentunya berbeda. Nah pada masa-masa itu, menjadi individualis adalah perlindungan yang aman bagi kami masing-masing. Tidak banyak cerita yang dipertukarkan, momen adik kakak berkegiatan bareng setiap tahunnya bisa dihitung dengan jari. Segala sesuatu berjalan wajar, hingga saya menyadari bahwa kami sudah memasuki usia dewasa dan memulai kehidupan masing-masing. Seperti ada nada-nada penyesalan memang, tapi tidak bisa mengulangnya lagi, kan. Selanjutnya relasi saya dan adik-adik berlangsung baik dan berjarak, selama kami menjaga dan menahan diri untuk tidak menyinggung satu sama lain. Kalaupun hal itu sampai terjadi, biasanya berujung konflik saja.
Sebagai sulung, tidak ada role model secara langsung tentang menjadi kakak. Trial and error. Atau, trial and enough, saya menyingkir, membatasi diri, mengurus diri masing-masing saja kalau merasa semakin sulit menghadapi adik. Bukankah pola komunikasi pastinya berubah menyesuaikan dengan perkembangan pribadi? Gaya bicara pada adik yang masih anak-anak dengan adik yang remaja akhir tentunya berbeda. Nah pada masa-masa itu, menjadi individualis adalah perlindungan yang aman bagi kami masing-masing. Tidak banyak cerita yang dipertukarkan, momen adik kakak berkegiatan bareng setiap tahunnya bisa dihitung dengan jari. Segala sesuatu berjalan wajar, hingga saya menyadari bahwa kami sudah memasuki usia dewasa dan memulai kehidupan masing-masing. Seperti ada nada-nada penyesalan memang, tapi tidak bisa mengulangnya lagi, kan. Selanjutnya relasi saya dan adik-adik berlangsung baik dan berjarak, selama kami menjaga dan menahan diri untuk tidak menyinggung satu sama lain. Kalaupun hal itu sampai terjadi, biasanya berujung konflik saja.
Belum lama ini saya mengetahui
bahwa adik saya membeli lemari dinding dan ia berencana memanggil teknisi untuk
merakit dan memasangnya. Buru-buru saya mengusulkan diri untuk membantu
merakitnya, karena menurut saya pekerjaan itu bisa dilakukan sendiri dengan
mengikuti buku panduan dan prosesnya sungguh menyenangkan, seperti bermain
puzzle atau lego. Sejak saat mengajukan diri itulah saya sudah meniatkan untuk
melakukannya bersama-sama, menjalankan peran saya sebagai kakak yang mendampingi
proses belajarnya. Harapan saya ialah
menghadirkan kepuasan yang ia rasakan ketika berhasil membuat sendiri,
menghadirkan perasaan mampu yang menumbuhkan kebanggaan dalam diri, juga
menunjukkan bahwa proses do it yourself
ini seru dan menyenangkan.
Niatan ini membawa
konsekuensi yang tidak sederhana. Saya yang antusias dan penasaran mengamati
petunjuk-petunjuk pada buku panduan serta ingin langsung mencobanya, perlu
menahan diri untuk tidak melakukannya. Meskipun mungkin ia akan setuju saja
jika saya langsung merakitnya, saya merasa perlu menghormatinya sebagai pemilik
barang ini untuk mengetahui seluk beluk kepunyaannya. Bahkan saya ingin
menunjukkan padanya sejak halaman pertama buku petunjuk.
Setiap petunjuk dari buku
panduan sangat detil dan bertahap, membuat saya berkomentar bahwa orang awam
pasti bisa mengikutinya. Hingga kemudian kami menemui kesulitan. Salah satu
papan tidak bisa menempel rapat, seperti berjungkit. Saya mulai cemas karena
jangan-jangan akan terpikir olehnya bahwa lebih baik memanggil teknisi jika
sulit begini, dan ini baru pertama kalinya kami melakukan perakitan bersama. Kami
mencoba berkali-kali, membongkar dan membaca lagi, hingga akhirnya ketemu
sumber masalahnya. Gara-gara kami berinisiatif memasang duluan sepasang mur
yang lain padahal belum diinstruksikan. Betapa semua tahap sudah sedemikian
dipikirkan oleh pembuat panduan, dan momen ini menjadi contoh nyata untuk
memperhatikan setiap instruksi dan saran yang sudah tersedia, karena pasti akan
ada solusinya.
Selama pengerjaan, beberapa
kali prosesnya terjeda karena ia perlu mengurus beberapa hal yang mendesak.
Saya pun sengaja menghentikan perakitan juga dan daripada menganggur, saya
membaca buku panduan hingga tiga-empat langkah setelahnya, juga mencoba-coba
sendiri kemudian melepasnya lagi. Anda yang kenal saya pasti paham antusiasme
saya mengulik sesuatu, yang kali ini perlu diredam.
Pernah satu kali ia tidak
paham dengan petunjuknya, sehingga saya jelaskan kembali secara bertahap dan
memvisualisasikannya, kemudian memintanya mencoba sendiri agar terbayang.
Setelah yakin bahwa ia mengerti, baru kami beralih pada tahap berikutnya.
Kendati demikian, ada tahap yang belum bisa dilakukan malam itu, namun secara
umum perakitan sudah selesai.
Beberapa hari kemudian ia
sampaikan bahwa pemasangan sudah tuntas dan ia bisa melakukannya sendiri. Dalam
pesan tertulis ia sampaikan bahwa ia mendapat pelajaran baru, bahwa tidak semua
hal harus bergantung pada orang lain dan selama bisa dikerjakan sendiri maka
dikerjakan sendiri. Pemahaman ini, yang di luar ekspektasi saya, membuat saya
bersyukur sekali untuk proses yang diupayakan agar
terjadi, menghadirkan peran kakak yang mendampingi pengalaman belajarnya.
Beberapa hari lalu ia berulang tahun. Selamat bertambah usia, Win. Selamat menikmati proses mendewasa. Terima kasih untuk mau belajar bersama.
Beberapa hari lalu ia berulang tahun. Selamat bertambah usia, Win. Selamat menikmati proses mendewasa. Terima kasih untuk mau belajar bersama.