Saat melihat gambar di atas, bisa jadi
kita mencoba mengingat-ingat di mana pernah melihatnya sebelum ini atau justru sudah
amat mengenalinya. Gambar ini ada dalam iklan layanan masyarakat yang dibuat
oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk
mengampanyekan Sekolah Ramah Anak (SRA).
Pada 2014 lalu, maraknya kasus kekerasan
dan pelecehan mendorong pemerintah untuk membuat konsep sekolah ramah anak. Apakah
SRA semata-mata adalah program sekolah tanpa tindak kekerasan? Kebijakan SRA
memuat standar pelayanan minimal terkait kesehatan anak sebagai peserta didik,
penanganan dan antisipasi keselamatan anak di daerah rawan bencana, dan
kebijakan anti kekerasan. Pada dasarnya, Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang
aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik,
kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.
Kita yang tinggal di kota, menyekolahkan anak, atau bersekolah di sekolah swasta atau negeri, mungkin
berpikir, konsep sekolah ramah anak bukankah merupakan kewajiban bagi semua
sekolah, dan bukankah memang demikian yang sudah terjadi? Bahwa sekolah
memiliki bangunan yang kokoh, tersedia berbagai fasilitas yang bersih, memiliki
lingkungan nyaman, dilengkapi dengan petugas pelayanan kebersihan, dan siswa
juga diajar untuk menjaga kebersihan lingkungan. Bahwa tersedia kantin,
perpustakaan, lapangan olahraga, toilet,
taman, beserta sederet kegiatan ekstrakurikuler bagi siswa. Bahwa petugas
keamanan sekolah dengan ramah membantu siswa menyeberang jalan. Lalu, apakah di
sekolah yang memiliki jalan berupa tangga, juga tersedia jalur khusus lain yang
bisa digunakan oleh anak yang menggunakan kursi roda? Apakah kapasitas ruangan
kelas sesuai dengan jumlah anak, memiliki penerangan yang cukup, tersedia
tempat sampah dan memiliki tempat cuci tangan dengan air bersih yang mengalir? Apakah
kantin memiliki tempat dan peralatan yang bersih untuk pengolahan dan persiapan
penyajian makanan, tidak berada di dekat toilet atau tempat sampah, serta
makanan dan minuman memenuhi standar keamanan dan kesehatan?
Ramah mendidik
Tidak hanya hal-hal terkait fisik
sekolah, apakah sekolah yang kita anggap semestinya sudah ramah anak, juga
menunjukkan “keramahan” dalam mendidik anak? Idealnya di Sekolah Ramah Anak, anak
merasa betah berlama-lama di sekolah. Untuk dapat merasa betah, kita dapat
mengacu pada apa yang menjadi kebutuhan anak. Apakah anak sudah memiliki ruang
gerak yang “aman” ketika mengekspresikan diri? Ia merasa aman bahwa ketika
menyatakan pendapat atau menjawab pertanyaan, ia tidak khawatir akan segera
disalahkan atau dituduh salah oleh guru dan teman-temannya. Ia tidak takut didiskriminasi
oleh teman-temannya karena ia berpenampilan fisik berbeda, lambat belajar,
memiliki keluarga yang tidak utuh, atau kondisi ekonomi yang berbeda.
Sekolah Ramah Anak melarang
pemberlakukan hukuman fisik terhadap anak, perilaku menghina, meremehkan,
mengejek, menyakiti perasaan dan harga diri anak, serta memiliki mekanisme
pengaduan dan penanganan kasus kekerasan termasuk kejahatan seksual. Anak
berhak mendapatkan pendidikan yang tidak mengandung unsur-unsur kekerasan,
pornografi, dan terorisme. Materi pembelajaran tidak diskriminatif dan menjamin
penghormatan kepada anak yang memerlukan perlindungan khusus seperti anak
penyandang disabilitas, anak dengan HIV/AIDS atau kelompok minoritas. Anak
berhak mendapatkan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan keragaman
karakter dan potensinya.
Hampir serupa dengan kebutuhan akan rasa
aman adalah kebutuhan untuk merasa dihargai, disayang, dan diterima. Sekolah
Ramah Anak turut mengedepankan bahwa guru mendidik anak dengan cara yang menyenangkan
dan penuh kasih sayang. Kemudian, muncul kontroversi, ketika guru mengajar
dengan lembut tanpa hukuman sekali pun karena khawatir dengan “mekanisme” pengaduan oleh siswa dan orangtua.
Hal ini perlu disikapi secara bijaksana oleh para pendidik. Sikap tegas tetap
diperlukan, agar anak paham apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan norma
kehidupan bermasyarakat, serta paham bahwa setiap tindakannya mengandung
konsekuensi. Pendekatan personal juga diperlukan agar anak memahami bahwa
ketegasan guru adalah bentuk perhatian dan sayang terhadapnya. Anak dibiasakan
untuk berdialog dan berkomunikasi dengan baik, untuk berani menyatakan
pendapatnya secara asertif dan mendengarkan orang lain dengan rendah hati.
Ketika seorang anak merasa aman, nyaman,
semangat bersekolah, tumbuh kepercayaan dirinya, memiliki perasaan mampu
terhadap kemampuannya, tentu ia dapat berkembang optimal. Kelak tumbuh pula
motivasinya untuk berprestasi dan mewujudkan cita-citanya.
Sekolah dalam mikrosistem anak
Mengapa peran sekolah menjadi amat
penting bagi anak sehingga perlu dicanangkan Sekolah Ramah Anak? Urie
Bronfenbrenner (1917) membagi konteks sosial yang memengaruhi perkembangan anak
ke dalam lima sistem lingkungan, yang merentang dari interaksi interpersonal
yang paling dekat dengan anak hingga pengaruh kultur yang lebih luas. Sekolah
berada dalam lapisan pertama, atau mikrosistem,
bersama dengan keluarga, teman sebaya, tetangga, dan komunitas.
Karenanya, bentuk didikan terhadap anak akan berdampak pada aspek perkembangan
dirinya, yang meliputi aspek fisiologis, intelektual, sosial-emosional, dan
spiritualnya. Pendidikan
dalam setting sekolah bukan berarti
meniadakan hak dan karakteristik setiap anak, melainkan diharapkan mendukung
optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan pribadi setiap anak, karena pada
dasarnya pendidikan setiap anak bersifat individual. Kembali kita dapat
bertanya, sudah seramah apa sekolah kita?
Referensi:
Jatnika,
R. 2016. Mengenal Hak Anak dan Orang Tua di Sekolah Ramah Anak. http://www.keselamatankeluarga.com/mengenal-hak-anak-dan-orang-tua-di-sekolah-ramah-anak/
Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak
Pemerintah
Gagas Konsep Sekolah Ramah Anak. 22 Mei 2014. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/05/22/262268/Pemerintah-Gagas-Konsep-Sekolah-Ramah-Anak
0 responses:
Posting Komentar