Satu buku yang baru saya
tuntaskan berjudul “Generasi Phi Memahami Milenial Pengubah Indonesia” yang ditulis
Dr. Muhammad Faisal. Penamaan Generasi Phi ini tampaknya strategi yang menarik untuk
memperkenalkan suatu konsep baru. Pertama, pembaca diajak untuk berada di
pemahaman yang sama, bahwa ketika menyebut Gen Phi, mereka adalah generasi
milenial Indonesia. Ini memisahkan dari istilah Gen X, Gen Y, atau istilah
milenial secara global yang sudah banyak digunakan. Maka selama proses membaca buku ini, kata Gen Phi bisa dengan mudah terasosiasi atau terhubung dengan definisi anak muda yang
dimaksud penulisnya, bukan definisi di luar buku ini. Spesifik dan membantu konstruksi berpikir
pembaca. Kedua, mungkin berkaitan dengan branding,
meskipun saya masih awam berbicara tentang marketing.
Suatu karya bisa dengan mudah dikenal karena kebaruannya. Ada keunikan,
orisinalitas ide penulisnya, yang membuat penulis/pencipta identik dengan
karyanya dan begitu pula sebaliknya, karya identik dengan penciptanya. Dengan
istilah Gen Phi ini, Mas Faisal adalah pelopornya dan ini membuat
beliau menjadi acuan atau referensi ketika siapa pun mau mempelajari generasi
milenial Indonesia. Ibaratnya, kalau kita mengetikkan kata ‘generasi phi’ di
laman pencarian Google, dengan mudah kita menemukan nama beliau dan bukunya.
Salah satu bagian dari
buku ini yang menarik buat saya adalah tentang wirausaha generasi Phi.
Paparan di buku ini mampu menjelaskan fenomena menjamurnya tempat nongkrong di
kota besar maupun kota yang sedang bertumbuh. Kita bisa menyebutnya kedai,
kafe, warunk, mulai dari yang sederhana sampai yang premium. Begitu pula outlet,
distro, dan sebagainya. Disebutkan bahwa salah satu alasan utama yang menjadi
motivasi Gen Phi menjadi wirausaha adalah melestarikan lingkungan pertemanan. Alasan ini berangkat dari core kepribadian Gen Phi yang komunal, senang berkumpul, alias nongkrong. Rasanya nongkrong di sini
tidak hanya aktivitas yang dilakukan remaja SMA sepulang sekolah duduk-duduk
di lapangan basket (ini definisi dari satu klien saya yang masih SMA). Kumpul
dengan teman kuliah sepulang kerja, itu pun bisa termasuk nongkrong, kalau
mengacu pada pemahaman di buku ini, ketika “nongkrong
is a word for sitting, talking and generally doing nothing.”