31 Januari 2018

Milenial Pengubah Indonesia bisa mengubah apa?

Satu buku yang baru saya tuntaskan berjudul “Generasi Phi Memahami Milenial Pengubah Indonesia” yang ditulis Dr. Muhammad Faisal. Penamaan Generasi Phi ini tampaknya strategi yang menarik untuk memperkenalkan suatu konsep baru. Pertama, pembaca diajak untuk berada di pemahaman yang sama, bahwa ketika menyebut Gen Phi, mereka adalah generasi milenial Indonesia. Ini memisahkan dari istilah Gen X, Gen Y, atau istilah milenial secara global yang sudah banyak digunakan. Maka selama proses membaca buku ini, kata Gen Phi bisa dengan mudah terasosiasi atau terhubung dengan definisi anak muda yang dimaksud penulisnya, bukan definisi di luar buku ini. Spesifik dan  membantu konstruksi berpikir pembaca. Kedua, mungkin berkaitan dengan branding, meskipun saya masih awam berbicara tentang marketing. Suatu karya bisa dengan mudah dikenal karena kebaruannya. Ada keunikan, orisinalitas ide penulisnya, yang membuat penulis/pencipta identik dengan karyanya dan begitu pula sebaliknya, karya identik dengan penciptanya. Dengan istilah Gen Phi ini, Mas Faisal adalah pelopornya dan ini membuat beliau menjadi acuan atau referensi ketika siapa pun mau mempelajari generasi milenial Indonesia. Ibaratnya, kalau kita mengetikkan kata ‘generasi phi’ di laman pencarian Google, dengan mudah kita menemukan nama beliau dan bukunya.

Salah satu bagian dari buku ini yang menarik buat saya adalah tentang wirausaha generasi Phi. Paparan di buku ini mampu menjelaskan fenomena menjamurnya tempat nongkrong di kota besar maupun kota yang sedang bertumbuh. Kita bisa menyebutnya kedai, kafe, warunk, mulai dari yang sederhana sampai yang premium. Begitu pula outlet, distro, dan sebagainya. Disebutkan bahwa salah satu alasan utama yang menjadi motivasi Gen Phi menjadi wirausaha adalah melestarikan lingkungan pertemanan. Alasan ini berangkat dari core kepribadian Gen Phi yang komunal, senang berkumpul, alias nongkrong. Rasanya nongkrong di sini tidak hanya aktivitas yang dilakukan remaja SMA sepulang sekolah duduk-duduk di lapangan basket (ini definisi dari satu klien saya yang masih SMA). Kumpul dengan teman kuliah sepulang kerja, itu pun bisa termasuk nongkrong, kalau mengacu pada pemahaman di buku ini, ketika “nongkrong is a word for sitting, talking and generally doing nothing.”



“Secara archetype, anak muda Indonesia memiliki dorongan bawah sadar yang kuat untuk melakukan kegiatan kolektif nongkrong. Bila ia tidak melakukan nongkrong  maka secara sosial ia bisa terdiskualifikasi dari komunitas besarnya.”(hlm.83)
Dorongan untuk berkumpul, bersama-sama dengan teman. Meskipun pada kenyataannya, personal problem yang dialami Gen Phi adalah perasaan kesepian atau ‘feeling lonely’.
“…perasaan kesepian berbeda dengan kesendirian. Kesepian adalah sebuah persepsi bahwa seseorang tidak memiliki teman dekat atau lingkungan sosial yang mendukung/men-support dirinya. Walaupun sebenarnya secara kolektif ia memiliki banyak layer teman, baik itu di lingkungan sehari-hari atau di media sosial.” (hlm.113)
Lalu untuk apa nongkrong-nongkrongnya? Apakah pada saat nongkrong, ada support yang diterima? Atau justru, pun saat nongkrong tidak merasakan support itu? Sudah disebutkan sebelumnya, bahwa bila tidak nongkrong, ia terdiskualifikasi, mungkin di antaranya dianggap ‘ga asik’, tidak di-like statusnya, jauh dari jangkauan informasi terkini dari kawan-kawannya, mulai dilupakan, dan sebagainya. Itu kalau kita mencoba memahami mereka yang insecure dengan eksistensinya. O’ow… tapi ini mungkin hanya sebagian potret Gen Phi. Pasti ada sisi lainnya, yang akan saya sampaikan setelah pembahasan berikut.

Fenomena nongkrong ini, kan, menarik, ya, apalagi kalau melibatkan komunitas. Saat nongkrong yang bisa beberapa lama waktunya, tentu muncul rasa lapar dan haus, atau sekadar iseng ingin mengunyah. Kebutuhan ini ditangkap oleh wirausaha Gen Phi untuk menyediakan tempat nongkrong yang menjual makanan dan minuman. Para wirausaha Gen Phi  senang menjalankan bisnis ini karena mereka pun menjunjung semangat pertemanan yang juga mereka pelihara dengan mendirikan usaha bersama-sama sahabat mereka. Mereka paham dan bisa berempati pada kebutuhan sesama anak muda. Mereka juga paham bahwa ketika nongkrong, terutama bagi suatu komunitas, merupakan ajang menunjukkan personal lifestyle. Kadang anggota komunitas juga butuh atribut yang seragam, dan menjadi semacam keharusan yang terkatakan maupun tidak, untuk memilikinya. Naluri kreatif berpadu dengan bisnis membuat mereka sukses membuka fashion outlet, sport outlet, dsb yang bahkan bisa menjadi tred-setter untuk diikuti lagi dan lagi.

Ini menjadi seperti rantai, atau mungkin lingkaran, di mana Gen Phi hidup dan menghidupi dirinya sendiri. Terdengar individualistik? Bisa ya, bisa tidak. Toh, mereka sebenarnya komunal, kok, kolektivis. Kolektivis di antara mereka sajakah? 

Saya memang perlu memperluas pandangan saya, untuk menyadari bahwa sebagian Gen Phi yang nongkrong-nongkrong mengamini bahwa kegiatan nongkrongnya itu membuat satu sama lain merasa terpenuhi (fulfilled) kebutuhan untuk aktualisasi dirinya. Mereka kemudian bisa memikirkan kehidupan selain kesibukan mereka sendiri, untuk bisa membantu pengembangan kualitas hidup orang lain. Ada iGrow, Ci-Agriculture, Crowde, TaniHub, dan LimaKilo, startup inovatif pendukung pertanian Indonesia yang dikembangkan anak-anak muda Gen Phi

Pasti masih banyak lagi karya Gen Phi yang sudah bermunculan selain mereka. Dan sepertinya, memang ada interaksi lintas generasi di balik keberhasilan mereka. Semacam ada kakak mentor yang sudah lebih senior secara usia dan pengalaman, dan adik mentor. Mereka saling melengkapi hal-hal konsep dan teknis. Ilmu, nilai, dan budaya yang bersilangan pada akhirnya membawa kebaikan bagi masyarakat luas. 


Jadi, “Milenial Pengubah Indonesia” bisa mengubah apa saja?


Pada setiap generasi, pertanyaan seperti ini pasti pernah mengetuk hati. Kali ini tongkat estafet untuk menjawabnya ada pada Gen Phi, juga pada setiap kita yang menjadi orang muda di jaman ini. 




*



Tulisan ini dibuat karena letupan pikiran selama dan setelah membaca Generasi Phi p: Memahami Milenial Pengubah Indonesia. Terima kasih Mas Faisal atas pemikiran dan hasil risetnya.
Yang ingin membaca bukunya, bisa mencari di toko buku kesayangan Anda ;)


0 responses: