20 Desember 2014

belajar (1)

Sesekali mata G beradu pandang denganku. Ya, sebut saja namanya G. Ia laki-laki berusia 2 tahun 8 bulan. Sejak beberapa menit sebelum ini, ia hanya menciduk bubur kacang hijau dengan sendok yang dipegangnya. Ia menggenggamnya seperti kalau kita menggenggam batang sikat gigi untuk menyikat gigi. Belum tepat benar, tetapi untuk seusianya, genggamannya sudah baik dan kuat. Berkali-kali ia hanya mengangkat sendok berisi bubur hingga beberapa milimeter di atas mulut gelas lalu menuangkan isinya kembali ke dalam gelas plastik tersebut. Kadang sambil tetap mengangkatnya, ia menoleh ke kiri dan kanan, memperhatikan teman-temannya yang dengan lancar menyuapkan bubur kacang hijau itu ke dalam mulut mereka. Tidak ada satu kata yang terucap dari G. Ia hanya diam. Tiga orang guru yang mendampingi kesembilan anak itu juga tidak menyadari tingkah laku G.

Aku, yang baru pertama kali mengamatinya secara khusus, tidak memiliki informasi apakah ia menyukai makanan itu atau tidak, juga apakah ia bisa makan sendiri atau tidak. Rasa penasaran mendorongku menghampirinya lalu menanyakannya pada salah seorang guru. Menurut guru itu, G pernah makan bubur kacang hijau sebelumnya. Guru itu langsung menyuapkan sendok berisi bubur ke dalam mulut G dan G menerimanya. Dua kali G disuapi. Pertanda bahwa G bukan tidak suka makanan itu.

Saat aku kembali duduk tak jauh dari mereka, kutemukan lagi G menyendok bubur tanpa memakannya. Muncul kecurigaan, mungkinkah ia belum tahu cara mengarahkan sendok ke mulutnya. Hal ini mungkin terjadi mengingat koordinasi penglihatan dan gerakan tangannya yang masih berkembang, sehingga ia belum bisa memperkirakan jarak antara gelas dan mulut. Kuhampiri lagi G, kali ini kubantu ia mengangkat tangan kanannya yang memegang sendok dan mengarahkannya ke mulutnya. Hanya satu kali, lalu kulepas G untuk melakukannya sendiri.  

Kuperhatikan G dari tempat dudukku. Beberapa kali ia sudah bisa menyuapkan bubur kacang hijau ke dalam mulutnya, tetapi dengan kedua tangannya. Jadi, tangan kanan mengangkat sendok berisi bubur dan jari-jari tangan kirinya mendorong ujung sendok agar masuk ke dalam mulutnya. Pemandangan ini saja sudah membuatku takjub. Dari mana ia mempelajarinya? Yang jelas, ia sudah bisa memperkirakan arah sendoknya. Selanjutnya aku menyaksikan kemampuan belajar yang luar biasa dari seorang anak batita ini. Tak lama berselang, G sudah bisa menyuapkan bubur dengan hanya menggunakan tangan kanannya. Berkali-kali ia menyendok bubur kacang hijau itu hingga habis setengah gelas tanpa peduli bahwa teman-teman lainnya tengah berlarian kesana kemari dan guru-guru mengumumkan waktunya pulang.  

Pastilah ini sebuah pencapaian bagi G. Buatku, ini bagai reward.  Membuatku semakin kagum pada kemampuan belajar manusia. 

0 responses: