19 Desember 2014

Tunggulah beberapa menit

Dengan tergesa-gesa aku masuk ke dalam angkot yang segera menepi begitu melihat isyarat tanganku. Di dalamnya sudah ada 5 orang penumpang dengan formasi 2 orang duduk di bangku-empat dan 3 orang di bangku-enam. Mereka duduk berenggangan dan tidak ada yang bergeser saat aku masuk. Belum sampai pada bangku kosong paling belakang, mobil sudah bergerak maju, membuatku terguncang hingga hampir terjatuh jika tak segera kududukkan badanku di pojok bangku-empat. Umpatku dalam hati, kenapa, sih, orang-orang ini tidak menggeser duduknya. Kenapa, sih, supirnya tidak sabaran.


*
Beberapa ratus meter kemudian, sang bapak yang duduk di tengah bangku-enam mengonfirmasi kepada seorang ibu di sebelahnya tentang di mana ia harus turun untuk menyambung angkot. Seorang ibu dan remaja tanggung di sebelahku turut memperhatikan dengan serius penjelasan ibu tersebut. Kutebak ibu dan remaja itu adalah keluarga dari sang bapak yang bertanya. Ooh, sepertinya mereka pendatang di kota ini dan masih buta jalan. Pencerahan pertama, mereka pasti begitu terfokus mengamati jalan hingga tak menyadari ada penumpang lain yang baru masuk angkot dan tidak menyadari bahwa perlu menggeser duduknya. Aku juga pernah begitu saat bepergian ke tempat asing.

Beberapa menit kemudian, karena ada penumpang yang akan turun, supir mengerem sebentar. Ketika ia menginjak gas kembali, mesin mobil malah berhenti dan perlu di-starter ulang. Pencerahan kedua, pantaslah ia buru-buru menjalankan mobilnya begitu aku sudah masuk ke dalam angkot karena ia khawatir dengan mesin mobilnya yang rawan mati tiba-tiba.

 *

Dalam beberapa menit kemudian kusesali diriku yang sudah menimbun kekesalan.

Padahal hanya perlu beberapa menit untuk dapat memahami situasinya.

0 responses: