Beberapa waktu lalu saya kerap bermain game Candy Crush. Game ini fenomenal sekali, lho, sampai-sampai dibahas dalam buku Hooked (Nir Eyal, 2013). Mainnya di handphone teman saya, sehingga ga sampai terus-terusan, meskipun mengalami juga efek game yang bikin tampilan warna warni bola-bola permen tiba-tiba muncul dalam pikiran. Mungkin juga karena saya ini tipe visual. Dan mungkin juga efek inilah yang membangkitkan dorongan para gamer untuk bermain dan bermain lagi.
Nah, sewaktu saya dalam perjalanan ke luar
kota yang makan waktu beberapa jam, terlintas keinginan bermain Candy Crush,
tetapi lalu muncul ingatan tentang level game yang sulit. Kalau levelnya masih
dua ratusan sebelum ini masih menyenangkan karena mudah, tapi sekarang sedang
masuk yang sulit. Kalau levelnya masih yang awal-awal juga terlalu mudah.
Membosankan.
Alih-alih main, malah muncul ide.
Hei, bukankah leveling pada game ini seperti
halnya mengukur tingkat kemampuan atau kompetensi pada manusia, ya. Bayangkan
kalau kompetensi manusia bisa diukur serinci derajat kesulitan pada game.
Kalaupun tidak rinci, kita bisa manfaatkan analogi level game untuk memahami
tingkat kemampuan manusia. Manusia punya variabilitas kemampuan, itu sudah
pasti. Premis berikutnya adalah orang akan senang dan termotivasi melakukan hal
yang sesuai dengan kemampuannya.
Orang dengan kapasitas kemampuan 70, ia sudah
pasti bisa mengerjakan tugas level 10 sampai 70. Tapi kalau tugasnya
terus-terusan di level 10, ia bisa bosan. Kalau dikasih tugas level 120 bakal
kewalahan, tidak suka, atau malah menyerah.
Ia diperkirakan akan menikmati tugas pada
level 60 sampai 80. Ia fit di sini. Ia akan bersemangat dan mungkin bisa
berkembang ke level 90 atau 100, tergantung karakternya, seberapa gigih, dan
seberapa suka tantangan atau tidak.
Mobil yang saya tumpangi sudah mendekati pintu
keluar tol, padahal saya belum jadi main Candy Crush-nya.
Saya membayangkan kalau penyelenggara
pendidikan dan penyelenggara kerja mampu mendeteksi taraf kemampuan peserta
didik dan pekerja dengan jitu seperti level pada game, kita akan menemukan
lebih banyak orang yang termotivasi dibandingkan yang frustrasi.
0 responses:
Posting Komentar