01 Januari 2020

Keluarga



Bolehlah tahun 2019 kemarin disebut sebagai tahun keluarga, dari sudut pandang saya pribadi. Tema-tema keluarga memenuhi sepanjang tahun, sejak awal hingga momen pergantian tahun dan hari pertama 2020 ini. Dimulai dengan menangani beberapa klien remaja pada awal, tengah, dan akhir tahun yang isunya seputar keluarga, sampai-sampai membuat saya perlu ikut workshop tentang family therapy, kemudian peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga inti maupun keluarga besar, di antaranya kelahiran anggota keluarga baru, pernikahan sepupu, berpulangnya seorang paman, kepindahan rumah, pembukaan usaha, serta liburan akhir tahun bersama keluarga besar. Sebenarnya saya tidak pernah secara khusus mengamati dan memberi tema untuk tahun-tahun yang saya lalui, tetapi kesadaran yang baru tampaknya membuat saya melihat sedikit lebih jelas ketika pada hari ini menengok ke belakang.

Saya tidak tahu mana yang lebih dulu hadir: apakah kesadaran ini sudah saya miliki lebih dulu sehingga bisa memaknai peristiwa yang terjadi, ataukah peristiwa-peristiwa ini yang menempa-membentuk saya sepanjang tahun dan memerasnya perlahan hingga muncullah titik-titik kesadaran. Kesadaran yang membuat saya melihat lebih jelas, meskipun masih sebagian-sebagian, bahwa relasi di dalam keluarga memang relasi yang unik, relasi yang tidak pernah bisa dipandang sama dan seragam meskipun beragam teori psikologi sudah merumuskannya.

Relasi yang hadir dalam wajah percaya sekaligus sangsi, rasa sayang sekaligus pedih, derai tawa sekaligus terasing, marah sekaligus iba, yang bisa juga ketus sekaligus cemas. Relasi yang pastinya sulit dipahami ketika dilihat hanya dari luar, dan lebih sulit lagi ketika mencoba menyelaminya. Karena pada saat bersisian langsung, berhadapan, berinteraksi, berkonflik, mendengar, menyaksikan, barulah bisa benar-benar paham, bahwa berempati terhadap karakter, terhadap perasaan terdalam seseorang, tidak semudah diucapkan, dan ini bukan sekadar memaklumi dan menoleransi. Kadang-kadang bukan soal perdebatan atau konflik, seringkali hanya hal-hal kecil dan sensitif. Nada suara, gestur, perlakuan, sorot mata. Pisau diasah oleh batu, manusia diasah oleh manusia lainnya. Dan tempat mengasah yang lebih tajam, biasanya di dalam keluarga. Prosesnya tidak selalu menyakitkan atau melelahkan, ada juga keseruan dan kegembiraannya.

Ada juga rasa haru. Pada penghujung tahun 2019, seorang klien yang sebelumnya mengalami masa sulit dalam relasinya dengan keluarga, menuliskan ini pada status Whatsapp-nya, “Banyak yang sibuk mengejar harta hingga melupakan keluarga. Padahal tanpa kita sadari keluarga ialah harta yang tak ternilai. Indahnya kebersamaan,” disertai foto keluarga duduk berangkulan di pantai. Awalnya diposting sang anak, hari berikutnya oleh ayahnya.

Kebersamaan identik dengan keluarga, meskipun mungkin keluarga tidak selalu identik dengan kebersamaan. Untuk mau bersama-sama, pasti ada sumbangan kesabaran, pengertian, pemaafan, penerimaan, kesediaan, dan upaya aktif menolong. Berbahagialah orang-orang yang ringan hatinya dalam mengupayakan kebersamaan, dan, ya, saya melihat langsung orang-orang semacam ini. Pada orang-orang yang merasa capek dan berat, tetapi tetap mau mengupayakannya, inilah anugerah.


1 Januari 2020
hari saat banjir menyambut awal tahun


0 responses: