Bolehlah tahun 2019
kemarin disebut sebagai tahun keluarga, dari sudut pandang saya pribadi.
Tema-tema keluarga memenuhi sepanjang tahun, sejak awal hingga momen pergantian
tahun dan hari pertama 2020 ini. Dimulai dengan menangani beberapa klien remaja
pada awal, tengah, dan akhir tahun yang isunya seputar keluarga, sampai-sampai
membuat saya perlu ikut workshop tentang family
therapy, kemudian peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga inti maupun
keluarga besar, di antaranya kelahiran anggota keluarga baru, pernikahan
sepupu, berpulangnya seorang paman, kepindahan rumah, pembukaan usaha, serta
liburan akhir tahun bersama keluarga besar. Sebenarnya saya tidak pernah secara
khusus mengamati dan memberi tema untuk tahun-tahun yang saya lalui, tetapi
kesadaran yang baru tampaknya membuat saya melihat sedikit lebih jelas ketika pada
hari ini menengok ke belakang.
Saya tidak tahu mana yang
lebih dulu hadir: apakah kesadaran ini sudah saya miliki lebih dulu sehingga
bisa memaknai peristiwa yang terjadi, ataukah peristiwa-peristiwa ini yang
menempa-membentuk saya sepanjang tahun dan memerasnya perlahan hingga muncullah
titik-titik kesadaran. Kesadaran yang membuat saya melihat lebih jelas,
meskipun masih sebagian-sebagian, bahwa relasi di dalam keluarga memang relasi
yang unik, relasi yang tidak pernah bisa dipandang sama dan seragam meskipun
beragam teori psikologi sudah merumuskannya.
Relasi yang hadir dalam wajah percaya sekaligus sangsi, rasa sayang sekaligus pedih, derai tawa
sekaligus terasing, marah sekaligus iba, yang bisa juga ketus sekaligus cemas.
Relasi yang pastinya sulit dipahami ketika dilihat hanya dari luar, dan lebih
sulit lagi ketika mencoba menyelaminya. Karena pada saat bersisian langsung,
berhadapan, berinteraksi, berkonflik, mendengar, menyaksikan, barulah bisa benar-benar
paham, bahwa berempati terhadap karakter, terhadap perasaan terdalam seseorang,
tidak semudah diucapkan, dan ini bukan sekadar memaklumi dan menoleransi.
Kadang-kadang bukan soal perdebatan atau konflik, seringkali hanya hal-hal
kecil dan sensitif. Nada suara, gestur, perlakuan, sorot mata. Pisau diasah
oleh batu, manusia diasah oleh manusia lainnya. Dan tempat mengasah yang lebih
tajam, biasanya di dalam keluarga. Prosesnya tidak selalu menyakitkan atau melelahkan,
ada juga keseruan dan kegembiraannya.
Ada juga rasa haru. Pada
penghujung tahun 2019, seorang klien yang sebelumnya mengalami masa sulit dalam
relasinya dengan keluarga, menuliskan ini pada status Whatsapp-nya, “Banyak
yang sibuk mengejar harta hingga melupakan keluarga. Padahal tanpa kita sadari
keluarga ialah harta yang tak ternilai. Indahnya kebersamaan,” disertai foto keluarga
duduk berangkulan di pantai. Awalnya diposting sang anak, hari berikutnya oleh
ayahnya.
Kebersamaan identik
dengan keluarga, meskipun mungkin keluarga tidak selalu identik dengan kebersamaan.
Untuk mau bersama-sama, pasti ada sumbangan kesabaran, pengertian, pemaafan,
penerimaan, kesediaan, dan upaya aktif menolong. Berbahagialah orang-orang yang
ringan hatinya dalam mengupayakan kebersamaan, dan, ya, saya melihat langsung
orang-orang semacam ini. Pada orang-orang yang merasa capek dan berat, tetapi tetap
mau mengupayakannya, inilah anugerah.
1 Januari 2020
hari saat banjir
menyambut awal tahun
0 responses:
Posting Komentar