Anak-anak bisa mengasah kecakapan sosial mereka melalui percakapan dengan kakek dan nenek.
Masa
“sekolah di rumah” diperpanjang. Apakah ini berita menyenangkan atau kurang
menyenangkan untukmu? Pasti jawabannya beragam. Ada yang senang karena punya
banyak waktu lebih lama bersama ayah bunda, bisa bermain dengan kakak dan adik,
atau bisa bangun lebih siang, barangkali. Ada juga yang tidak senang, karena
mungkin bosan di rumah, sering rebutan barang dengan adik, banyak tugas
tambahan, dan tidak bisa bertemu teman. Apalagi kalau sudah punya teman dekat,
yang kalau di sekolah selalu main bareng dengan mereka, ngobrol bareng, jajan
bareng, olahraga bareng, sampai tiktok-an bareng juga.
Walaupun
tidak bisa bertemu langsung dengan teman, anak-anak jaman sekarang dimudahkan
dengan teknologi. Kamu tetap bisa bercerita dan ‘mabar’ (main bareng) dengan
teman via internet. Ada media sosial, game
online, videocall, dsb. Kesempatan untuk bercanda, bertukar kabar, dan
bermain dengan teman merupakan salah satu hiburan pada masa isolasi ini.
Disadari
atau tidak, kamu belajar banyak tentang kecakapan sosial melalui pertemanan, di
antaranya berkomunikasi, bersabar mengantri, berempati dan peduli terhadap
teman yang kesusahan, menghadapi konflik atau pertengkaran dengan teman, dan
mencari penyelesaian masalahnya. Lalu, selama masa isolasi di rumah, apakah
keterampilan sosial ini akan menurun karena tidak bertemu dengan teman sebaya? Belum
ada jawaban pasti dari ahli psikologi mengenai hal ini, namun mereka
berpendapat bahwa kecakapan sosial anak tidak akan berkurang jauh.
Anak
dan remaja masih bisa bersosialisasi dengan orang tua, kakak, adik, juga teman
secara daring. Saya mengutip pernyataan Jen Blair, seorang psikolog klinis, kepada
Insider, bahwa justru anak-anak mampu
resilien. Resilien artinya lentur beradaptasi pada situasi sulit. Coba, deh, bayangkan
karet yang lentur, bisa ditarik sekencang mungkin dan kembali ke bentuk semula
tanpa putus. Kamu juga bisa lentur dan berhasil melalui masa sulit, asalkan
tetap mau belajar, ya!
Kamu bisa belajar dari Eyang
Bagi
yang masih punya kakek dan nenek, adakah yang pernah videocall, menelepon atau
mengobrol dengan beliau selama masa isolasi ini? Ketika sudah terlalu sering
mendengar dan menonton video selebgram, bagaimana kalau kamu seolah-olah
menjadi youtuber yang mewawancara
kakek atau nenekmu dengan 5 pertanyaan?
Hah, wawancara eyang,
apa asyiknya? Ets, jangan kaget dulu. Ini akan menyenangkan karena kamu bisa
belajar dari seseorang yang usianya empat atau lima kali lipat usiamu, yang
pasti sudah punya banyak sekali pengalaman. Kamu bisa bertanya tentang
pengalaman eyang menghadapi teman yang bikin bete, misalnya.
Supaya
bisa menelepon atau videocall bersama
eyang dengan nyaman, pilih tempat yang tenang untuk mengobrol cukup lama.
Katakan kepada eyang untuk minta waktunya menjawab 3 atau 5 pertanyaan. Sesuaikan
juga dengan kondisi fisik eyang, ya.
Tidak
semua eyang bisa langsung bercerita, kadang eyang bingung cerita dari mana.
Kamu bisa mulai dengan meminta eyang menceritakan tentang kedua orang tuanya.
Berikutnya, bisa menanyakan pertanyaan seperti ini.
·
Siapa nama lengkap
Eyang? Apakah Eyang punya nama panggilan waktu kecil?
·
Apakah Eyang pernah
belajar alat musik, seperti apa belajarnya?
·
Bagaimana caranya
supaya bisa memiliki teman-teman baik?
·
Apakah dulu Eyang
diberi aturan tentang berpacaran?
·
Apakah Eyang pernah
dihukum waktu kecil?
·
Apa pelajaran
favorit Eyang di sekolah?
·
Apa pekerjaan
pertama Eyang?
Respon
eyang bisa berbeda-beda ketika mendapat pertanyaan ini. Dengarkan dulu segala cerita
dan pesannya. Secara umum biasanya eyang akan senang ditanya, tetapi jika ada hal
yang menyinggungnya, segera sampaikan maaf. Dari pengalaman ini, kamu juga
sambil latihan bertutur kata yang sopan, memahami sudut pandang eyang, dan
memberi tanggapan atau komentar dalam percakapan.
Sedikit
informasi, hasil penelitian Marshall Duke dan Robyn Fivush dari Emory University
menyebutkan bahwa anak dan remaja yang mempunyai banyak pengetahuan tentang
sejarah keluarganya, menampilkan kepercayaan diri yang tinggi dan jarang
mengalami kecemasan ketika menghadapi masalah.
Kegiatan
bertukar cerita dengan eyang ternyata memberikan banyak bonus manfaat untukmu,
yaitu mendapat pesan berharga dari pengalaman eyang, melatih keterampilan berkomunikasi
dengan orang yang lebih tua, menambah pengetahuan tentang sejarah keluarga, dan
bisa meningkatkan kepercayaan dirimu. Kecakapan sosialmu bisa tetap diasah
selama masa isolasi ini. Selamat mencoba, ya! Apabila kamu dan orang tuamu ingin
melihat contoh percakapannya, bisa menonton video 57 Years Apart – A Boy and a Man Talk About Life.
(ditulis untuk www.kembalikeakar.com)
Referensi:
Fivush,
Robyn., Duke, Marshall., & Bohanek, Jennifer G. 2010. “Do You Know…” The
power of family history in adolescent identity and well-being. https://ncph.org/wp-content/uploads/2013/12/The-power-of-family-history-in-adolescent-identity.pdf
Lauber,
Rick. 100 Questions to Ask Grandparents. https://homecareassistance.com/blog/questions-ask-elderly-grandparents
Miller, Anna Medaris.
2020. Experts say kids' social skills 'aren't going to fall apart' during a
short-term coronavirus lockdown, but it's unclear what might happen after that.
https://www.insider.com/will-kids-be-developmentally-delayed-from-social-isolation-coronavirus-2020-3
Stasova, L. &
Krisikova, E. 2014. Relationships between children and their grandparents and
importance of older generations in lives of todays’families. EDP Sciences. https://www.shs-conferences.org/articles/shsconf/pdf/2014/07/shsconf_shw2012_00044.pdf
0 responses:
Posting Komentar