28 September 2012

Berkompetisi dengan diri sendiri



Satu bulan terakhir ini kita mendengar sedikitnya dua berita berlabel SARA. Yang gemar berselancar di dunia maya pasti pernah mendengar tentang film Innocence of Muslims, atau bahkan pernah melihat cuplikan filmnya via youtube. Menurut berita, film ini menimbulkan pertentangan di berbagai negara, berwujud aksi protes dan bom bunuh diri yang menewaskan sejumlah warga masyarakat termasuk seorang duta besar AS di Libya. Pada skala lokal, pilkada DKI -pemilihan gubernur & calon gubernur DKI Jakarta- yang berlangsung belum lama ini pun “diramaikan” isu SARA menyangkut identitas calon-calonnya.

28 Agustus 2012

Goede morgen Oma!

Merawat anak kecil menumbuhkan harapan. Setiap hari baru, setiap bulan baru, setiap kali ia menguasai suatu kemampuan baru, ada sukacita, kegembiraan, dan harapan, melihatnya semakin terampil, semakin sehat, semakin cerdas. 

Merawat lansia tak berbeda dengan merawat anak kecil, kecuali bahwa setiap tahun, setiap bulan, setiap hari menumbuhkan kewaspadaan, kekhawatiran, tentang kemampuan apa yang perlahan hilang. 

Menghadapi pertanyaan bertubi-tubi dan berulang dari seorang balita menumbuhkan harapan dan keyakinan bahwa ia semakin pandai.

Menghadapi pertanyaan berulang dari seorang lansia menghadirkan kecemasan akan degradasi apa lagi yang kelak dialaminya.

27 Agustus 2012

Apa idemu?

Ketika diminta mengajukan ide, manakah yang sesuai dengan dirimu? Spontan melontarkan ide yang terlintas. Menerawang ke langit-langit lalu mencari-cari ide hingga ke sudutnya. Atau, menyimpan ide itu sambil bertanya dalam benak...kasih tau ga, yaa?? Haha..mungkin kamu tertawa membaca respon ini.

Kadangkala kita dihadapkan pada pilihan untuk berbagi atau menyembunyikan apa yang dimiliki. Bisa jadi kita berpikir bahwa berbagi dapat merugikan. Terlebih soal ide kreatif. Jangan sampai orang lain menjiplak atau mengakui ide kita sebagai karyanya. Jangan sampai orang lain lebih hebat daripada kita. Lantas kita memutuskan tidak memberikan ide yang dibutuhkan. Lah, tapi kalau ide itu disimpan diam-diam, apa manfaatnya?

Sekarang mari kita bayangkan dunia yang penuh dengan orang-orang hebat. Semua kemampuan hebat tersedia pada suatu masa. Kejeniusan Albert Einstein, kemahiran basket Michael Jordan, kreativitas J.K.Rowling, bahkan kecanggihan teknologi Iron Man, dan setiap kehebatan lain yang mungkin ada yang dimiliki masing-masing orang. Tiap orang dengan kehebatan khasnya sendiri. Bahkan kehebatan fiktif bisa saja menjadi nyata dalam imajinasi kisah ini. Kemudian semua tokoh hebat dikumpulkan dalam konferensi besar untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi bumi. Akankah mereka menyimpan ide kreatif masing-masing atau justru membagikannya?

15 Agustus 2012

Personal mastery

When we talk about knowledge management (KM), we cannot ignore the concept of learning organization. Yes, organizational learning is complementary to KM.

This followed article was taken from “The Fifth Discipline –The art and practice of the learning organization”, a bestselling book written by Peter M. Senge (1990). To transform an organization into a learning organization, we have to integrate five main disciplines:  personal mastery, systems thinking, mental models, shared vision and team learning. Personal mastery is the foundation on which organizational learning is built. This article is devoted to the first discipline, personal mastery, also personal vision, that has fascinated me a lot. 

Personal mastery is the discipline of personal growth and learning. People with high levels of personal mastery are continually expanding their ability to create the results in life they truly seek. From their quest for continual learning comes the spirit of the learning organization. (p.141)

#sotd : Mengapa organisasi harus peduli terhadap training?*

*jika Anda masih mempertanyakan pentingnya training

Boudreau dan Ramstad (2005) berpendapat bahwa untuk mempertahankan keuntungan kompetitif, organisasi harus berhasil dalam tiga aspek : finansial, produksi atau pasar (market), dan tenaga kerja (human capital). Manajemen yang efektif dalam perekrutan dan pelatihan tenaga kerja menjadi kunci penting menuju kesuksesan organisasi. Sebagai contoh, Delaney dan Huselid (1996) menemukan bahwa penempatan dan pelatihan yang dilakukan secara efektif berkorelasi positif dengan pencapaian organisasi. Huselid (1995) dalam penelitiannya terhadap 1000 perusahaan, melaporkan bahwa kinerja yang baik pada proses rekrutmen dan seleksi, sistem kompensasi, dan pelatihan, memprediksikan retensi dan kinerja karyawan sebaik pengukuran terhadap pencapaian finansial perusahaan. 

The science of training & development (#sotd) : Pengantar

Dari artikel sebelumnya Ditemukan: The Science of Training and Development, dapat disimpulkan bahwa paradigma yang perlu diadopsi oleh praktisi training, manajer organisasi, maupun praktisi HR mengenai training di antaranya :
  • Yang terpenting bukan hanya proses selama training, tetapi juga sebelum dan setelahnya.
  • Berikan training kepada karyawan sebagai kesempatan, bukan tes/uji kemampuan. Sampaikan alasan pemilihan trainee karena manfaat training, bukan menyoroti kelemahan skill-nya.
  • Motivasi belajar tidak semata-mata berasal dari karyawan, manager/HRD dapat berperan untuk memotivasi.

21 Juli 2012

Ditemukan : The Science of Training and Development

Setiap tahun perusahaan dan organisasi menginvestasikan jutaan rupiah dan jam untuk mengembangkan karyawannya menjadi lebih baik. Ironisnya, secara mengejutkan, investasi ini tidak memiliki landasan ilmu yang memadai.

Eduardo Salas, ilmuwan psikologi dari University of Central Florida menyatakan bahwa training tidak se-intuitif kelihatannya. ”Ada ilmu (the science of training) yang menunjukkan cara yang benar dan salah dalam mendesain, menyampaikan, dan menerapkan program training.” 

Ilmu tentang pelatihan atau training ini sudah berkembang sejak 30 tahun lalu. Namun ilmu ini terlalu sering diabaikan oleh vendor/penyelenggara training yang menyandarkan training pada pendekatan non-ilmiah dan juga oleh manager yang menganggap bahwa intuisi mereka dalam memilih program dan menempatkan karyawan peserta training lebih dapat diandalkan.



20 Juli 2012

Hidup itu memilih

"Dalam banyak hal, kehidupan itu seperti CD-ROM." (hlm.148)
Seperti permainan video di komputer. Setiap respon, setiap akhir permainan telah diprogram dalam CD.

"Semua akhir permainan telah tersedia." (hlm.147)
Sama halnya dengan hidup.

"Alam semesta hanya menunggu mana yang kamu pilih saat ini." (hlm.147)
Benarlah, hidup itu pilihan. Tak ada keputusan salah, yang ada hanya konsekuensi. Ini mirip, dan diilustrasikan dengan sangat baik, pada buku dongeng anak-anak yang dulu suka kubaca. Ada pilihan pada setiap halaman yang akan membawa kita ke berbagai versi akhir cerita.

15 Juli 2012

Siapalah saya?

Lima tahun lalu pada sebuah pelatihan pengembangan diri, saya tertampar oleh pernyataan seorang fasilitator, “Jika kamu memandang rendah dirimu, itu sama saja dengan merendahkan Tuhan Penciptamu.” Sama halnya pula ketika kamu tidak memberikan usaha terbaikmu.

Saya lalu ingin bertanya, “Pernahkah kamu menolak ketika dipilih menjadi ketua/penanggung jawab karena kamu merasa tidak pantas? Atau merasa tidak sanggup karena
tidak berpengalaman? Pernahkah juga merasa tidak cukup pandai untuk mengajukan saran/ide dalam rapat? Apa kamu pernah merasa minder karena tidak cukup cantik/tampan/menarik? Pernahkah berhenti berusaha di tengah jalan karena tidak yakin berhasil? Atau malah mengerahkan usaha yang setengah-setengah? Pernahkah kamu ragu untuk memiliki cita-cita besar?” Dan masih ada sederet pertanyaan yang bisa kamu tambahkan. Nah, pertanyaannya, mengapa? Mengapa kita meragukan kemampuan diri sendiri?


Bebas dari perasaan negatif & positif

“…jika Anda tidak mempunyai perasaan negatif, Anda dapat bertindak lebih efektif, jauh lebih efektif dibandingkan bila Anda dikuasai oleh perasaan negatif”(Anthony de Mello)
Membaca kalimat membuat saya bertanya-tanya. Apakah kalimat ini juga berlaku untuk perasaan positif? Maksudnya, bila membebaskan diri dari perasaan positif terhadap orang lain, apakah ini akan membuat tindakan lebih efektif, karena mungkin saja perasaan positif juga menimbulkan bias?

06 Juli 2012

Individualis vs Kolektivis di balik kesuksesanmu

Kesuksesan itu milik siapa?


Bertolak dari judul di atas, orang individualis akan mengatakan sukses itu miliknya. Ia sendiri yang mewujudkannya, tenaga, pikiran, waktu, materi, telah ia curahkan. Orang yang kolektivis mungkin akan mengatakan 'ah..saya sebetulnya tidak bisa apa-apa, itu karena A, si B, waktu C, ada D. Suksesnya tidak dirasakan sebagai milik sendiri. Kata teori, orang individualis melihat kepemilikan sebagai ekspresi dari identitas mereka. Pada orang kolektivis, kepemilikan lebih merupakan indikator identitas kelompok. Kelompok di sini bisa diartikan luas, mulai kelompok kecil pertemanan, keluarga, organisasi, budaya, serta situasi norma yang menyertainya.