06 Mei 2017

Ide-ide Sekolah Waldorf

Willing-nya besar, thinking-nya kecil. Bagi orang-orang ini, yang penting kerja, langsung eksekusi, ga perlu pikir-pikir dulu, lah. Ada sebutan dalam bahasa Sunda: ‘kumaha engke’. Gimana nanti. Sebaliknya, kalau thinking yang besar, willing-nya kecil, orang-orang ini adalah people with big idea, tapi pelaksanaannya… duh, ini gimana, ya, nanti bagaimana, dst. Orang Sunda bilang, ‘engke kumaha?’ Nah, yang seimbang itu, gambar yang di tengah, seimbang antara thinking dan willing.”


Penjelasan Amanda Andi Wellang bagian ini sepertinya melekat sekali dalam ingatan saya. Barangkali, karena memproyeksikan karakter diri (saya). Ups. Manda, panggilan akrabnya, membuat gambar tersebut untuk memberi penjelasan tentang rhytmic system yang menjadi salah satu dasar filosofi pendidikan Waldorf.

“Sebagai dosen, saya menemukan bahwa problem yang dialami mahasiswa saat ini adalah kurang memiliki pemahaman konsep yang mendalam dan komprehensif, untuk mengaitkan suatu konsep dengan konsep lain. Mereka pintar, bisa menjawab pertanyaan mengenai konsep, tetapi diam saat diminta memberikan contoh. Masalah ini tentunya bukan tiba-tiba muncul saat mereka kuliah, tetapi adalah hasil dari proses belajarnya sejak kecil. Apakah proses belajar mereka sudah tepat?” demikian penuturan Kenny Dewi saat ia pada mulanya tergerak mengadopsi model pendidikan Waldorf, dan kemudian mendirikan sekolah Jagad Alit Waldorf School di Bandung.